Begitu cantiknya paras Gambyong, nama sang penari itu terkenal hingga ke lingkungan Kesunanan Surakarta. Atas permintaan Sinuhun Paku Buwono keenam, Gambyong ketika itu pernah mengadakan pertunjukan di lingkungan Kesunanan Surakarta. Sejak saat itulah, tarian yang dimainkan oleh Gambyong itu dikenal dengan nama Tari Gambyong.
Awalnya, Tari Gambyong hanya dimainkan di lingkungan Kesunanan Surakarta sebagai pertunjukan hiburan bagi Sinuhun Paku Buwono keenam dan tari penyambutan ketika ada tamu kehormatan berkunjung ke Kesunanan Surakarta.
Namun seiring dengan perkembangan jaman, tarian ini juga dimainkan sebagai hiburan pertunjukan bagi masyarakat luas. Biasanya, tari Gambyong dimainkan ketika warga Jawa Tengah menyelenggarakan pesta pernikahan adat. Sebagai promosi budaya Jawa Tengah, Gambyong juga seringkali dimainkan di beberapa daerah selain Surakarta, seperti di Jakarta dan lain-lain.
Seperangkat gamelan Jawa yang terdiri dari gong, gambang, kendang, serta kenong menjadi musik pengiring pertunjukan Tari Gambyong. Dari sekian banyak alat musik, yang dianggap sebagai otot tarian Gambyong yakni Kendang. Karena selama pertunjukan berlangsung, Kendang itu yang menuntun penari Gambyong untuk menari mengikuti lantunan tembang atau lagu berbahasa Jawa.
Gerakan para penari wanita yang lemah gemulai menjadi ciri khas dari Tari Gambyong yang konon, gemulai gerak dari tarian itu menunjukkan sikap dan watak para wanita Jawa Tengah yang identik dengan lemah gemulai. Kesan tersendiri juga dapat anda temukan ketika penari Gambyong menampilkan perpaduan gerak tangan dan kaki sambil memainkan sehelai kain selendang yang dikalungkan di leher.
Gambaran kelembutan sikap dan watak wanita Jawa Tengah tidak hanya terlihat dari gerak tariannya, melainkan juga dari tata rias penarinya. Selama pertunjukan berlangsung, penari Gambyong mengenakan pakaian khas penari wanita Jawa Tengah yakni kain kemben dengan bagian bahu terbuka sebagai atasan dan kain panjang bermotif batik sebagai bawahan. Dalam pertunjukan Gambyong, penampilan penari Gambyong juga dinilai memiliki peran penting. Konon, semakin cantik paras penarinya, keistimewaan dari pertunjukan Gambyong dapat diperoleh.
Awalnya, Tari Gambyong hanya dimainkan di lingkungan Kesunanan Surakarta sebagai pertunjukan hiburan bagi Sinuhun Paku Buwono keenam dan tari penyambutan ketika ada tamu kehormatan berkunjung ke Kesunanan Surakarta.
Namun seiring dengan perkembangan jaman, tarian ini juga dimainkan sebagai hiburan pertunjukan bagi masyarakat luas. Biasanya, tari Gambyong dimainkan ketika warga Jawa Tengah menyelenggarakan pesta pernikahan adat. Sebagai promosi budaya Jawa Tengah, Gambyong juga seringkali dimainkan di beberapa daerah selain Surakarta, seperti di Jakarta dan lain-lain.
Seperangkat gamelan Jawa yang terdiri dari gong, gambang, kendang, serta kenong menjadi musik pengiring pertunjukan Tari Gambyong. Dari sekian banyak alat musik, yang dianggap sebagai otot tarian Gambyong yakni Kendang. Karena selama pertunjukan berlangsung, Kendang itu yang menuntun penari Gambyong untuk menari mengikuti lantunan tembang atau lagu berbahasa Jawa.
Gerakan para penari wanita yang lemah gemulai menjadi ciri khas dari Tari Gambyong yang konon, gemulai gerak dari tarian itu menunjukkan sikap dan watak para wanita Jawa Tengah yang identik dengan lemah gemulai. Kesan tersendiri juga dapat anda temukan ketika penari Gambyong menampilkan perpaduan gerak tangan dan kaki sambil memainkan sehelai kain selendang yang dikalungkan di leher.
Gambaran kelembutan sikap dan watak wanita Jawa Tengah tidak hanya terlihat dari gerak tariannya, melainkan juga dari tata rias penarinya. Selama pertunjukan berlangsung, penari Gambyong mengenakan pakaian khas penari wanita Jawa Tengah yakni kain kemben dengan bagian bahu terbuka sebagai atasan dan kain panjang bermotif batik sebagai bawahan. Dalam pertunjukan Gambyong, penampilan penari Gambyong juga dinilai memiliki peran penting. Konon, semakin cantik paras penarinya, keistimewaan dari pertunjukan Gambyong dapat diperoleh.
Smoga kita Khususnya Orang Jawa Tengah dapat melestarikan kebudayaan kita
Sumber: Dari berbagai Kutipan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar